Bersemi Kembali



Hai, apa kabar? 
Belakangan ini aku sangat merindukanmu yang memilih untuk hilang. Ya, hilangnya kamu dari satu-satunya orbit yang kumiliki agar aku tetap bisa melihat senyum tawamu — meski seringkali itu menyakitkan. 

Aku tau aku rindu, dan sebab kebodohanku yang memilih diam dan berusaha membunuh yang sekali lagi aku katakan itu sebuah 'harapan' atau bahkan 'hinaan' yang kamu berikan. Tidak mudah buatku semula membunuh itu menjadi cela yang tidak perlu ku anggap bahkan ku beri tempat lagi di hati yang hanya ada aku saja didalamnya yang memahaminya. 

Tapi rupanya aku salah, yang kataku dan usahaku untuk membunuh rupanya tak juga musnah. Serupa pohon yang ku tatap lamat disini, tentang apa yang kupikir mati rupanya dia hanya belum waktunya bersemi. Dan kini, musim semi itu tiba kembali. 

Musim semi dengan bunganya yang indah, merekah, bahkan daun hijau nyaris tak terlihat disana sebab indahnya bunga yang bermekaran disana. Namun, meski begitu bunga tetap lah bunga — tak akan bisa kemana-mana selain ada yang memetiknya. 

Dan seperti waktu-waktu yang telah berjalan sebelumnya, aku hanya bisa menunggu musim gugur itu tiba. Sebab aku tau, tak akan ada yang memetik bunganya atau lebih tepatnya kau tak mungkin memetik bunganya. Sekali lagi, ku biarkan bunganya merekah sampai musim gugur itu tiba dan menjatuhkan semuanya. Ya, kenyataan yang menggugurkan semuanya. 

Komentar

Postingan Populer