Toples Biskuit

 "Ketika wadah dan isi harus sesuai-"

Malam ini, kuliahku berakhir lebih awal dari biasanya. Kebetulan ruang mata kuliah tunggalku hari ini ada di lantai dua. Aku menuruni anak tangga sambil ku lirik jam tangangku, masih pukul delapan malam.

Aku belum ingin pulang. 
Disamping itu, sepertinya naga dalam perutku sedang membutuhkan asupan.
Setelah ku lewati lorong kampusku, aku menuju area parkir.

Kali ini aku memutuskan untuk bersantai di kafe yang letaknya tidak jauh dari kampusku. Aku tidak sendiri, aku pergi menuju kesana ditemani oleh bulan. 

Setiba disana, aku memesan menu ringan lalu memilih tempat duduk yang berada di lantai dua area outdor favoritku. Bulan kini ada di hadapanku.
Angin yang meniup perlahan, kali ini terasa begitu mendamaikan.

"Apa yang sedang membuatmu gelisah?"

"Kata siapa, aku baik-baik saja?" jawabku. 

Bulan diam,

"Menurut kamu, kenapa seseorang selalu akan kehilangan sesuatu ketika ia sedang berusaha mengejar sesuatu yang lain?" tanyaku.

Bulan hanya tersenyum,

"Apakah semua manusia seperti itu? Mereka tidak bisa mempertahankan beberapa hal dalam hidupnya? Apa memang hal yang wajar jika mereka mendapatkan sesuatu yang baru, maka mereka juga harus kehilangan sesuatu yang telah lama ada?"

"Maksudku, apakah mereka tidak bisa mempertahankan semuanya? Menjaga semuanya agar tidak terlepas salah satunya,ya... meskipun mungkin sulit"

Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan hati dan pikiranku yang baru saja terasa gaduh.

"Aku punya sesuatu buat kamu, barusan aku dapat dari acara nikahan." kata Bulan.

"Setoples biskuit? Ah, sudahlah. Aku sedang tidak ingin makan biskuit. Bawa pulang saja"

"Buka toples ini, hitung ada berapa buah biskuit yang ada di dalamnya"

Keningku seketika mengerut, tapi akhirnya ku turuti saja perintahnya.

Aku menghitung jumlah biskuit yang ada di toples itu dengan mengeluarkannya satu per satu.

"Satu... dua... tiga.. empat..."

Hingga,

"Jumlahnya sepuluh, lalu?"

"Dengan sepuluh buah biskuit, apakah masih ada ruang di dalam sana untuk satu biskuit saja?"

Aku menggeleng, "tidak ada ruang lagi untuk menambah jumlah biskuit. Meskipun hanya satu saja."

"Tapi coba bayangkan, bagaimana jika kamu memiliki sepuluh buah biskuit lagi yang kamu suka. Kamu harus memasukkan biskut-biskuitmu ke dalam toples itu. Bagaimana?"

"Padahal kamu juga suka dengan 10 biskuit yang ada di dalam toples itu"

Aku terdiam, mencoba memikirkan bagaimana caranya.

"Coba bagi dua pada setiap biskuit. Lalu, masukkan sebelah bagian aja pada toples."

"Masih ada ruang" kataku.

"Lalu, apakah sepuluh biskuit yang juga kamu suka bisa kamu masukkan semua kedalam toples?"

Aku menggeleng, "tentu tidak"

"Tapi, bagaimana jika kamu membagi dua juga sepuluh biskuitmu yang masih utuh? Lalu memasukkannya sebagian saja ke dalam toples ini. Apakah cukup?"

"Aku rasa cukup jika hanya sebagian, sama seperti biskut-biskuit yang aku belah ini. Tapi, kenapa jadi sebagian semua? Seharusnya aku bisa memasukkannya utuh. Semuanya."

"Seperti itu jawabannya. Hanya ada dua pilihan, ketika toples yang kamu punya tidak cukup untuk 
menampung semua isi biskuitmu. Pertama, kamu hanya perlu menghabiskan satu per satu biskuit yang kamu punya untuk memasukkan biskuit yang baru. Kedua, kamu hanya perlu membagi dua biskuit itu. Agar semua biskuitmu bisa masuk di dalam toplesmu."

Aku teridam, seakan masih sedang mencari cara bagaimana agar semua biskut yang aku ingin bisa masuk semua ke dalam toples itu. Tanpa ada yang tersisa!

"Lihat ukuran wadah yang kamu punya. Ya, memang dia hanya bisa menampung 10 biskuit. Tidak bisa kamu menambahkannya lagi, meskipun hanya satu buah saja."

"Jangan memaksakan, semua hal yang ada di dalam hidup tidak mungkin bisa kamu dapatkan semuanya secara utuh. Semua orang termasuk kamu, punya ukuran wadah masing-masing. Ada yang bisa memasukkan sepuluh biskuit, ada yang bisa dua puluh biskuit sekaligus dengan utuh!"

"Dan, ketika kamu memiliki hal lain yang perlu kamu masukkan ke dalam wadahmu, kamu juga hanya memiliki dua pilihan ketika wadahmu tidak lagi bisa memuat hal-hal baru itu. Kamu, harus rela kehilangan hal-hal yang sudah lama ada di dalam wadahmu atau kamu bisa memasukkan semua hal baru itu dengan konsekuensi bahwa kamu tidak akan menikmatinya secara utuh. Melakukan secara utuh."

Aku menatap bulan dengan lekat, disana aku baru memahami bahwa akan ada sesuatu yang aku korbankan ketika aku ketika aku berusaha memilih yang lain.

Bulan benar, aku tidak bisa memasukkan semuannya ke dalam diriku. Pilihannya, aku harus membagi atau aku harus kehilangan.

"Mbak, permisi? Ini pesananya sudah datang"

Ku buka kedua mataku, aku tersenyum pada pelayan yang sedang menyajikan menu yang ku pesan.

"Ini ada titipan juga dari seseorang, namanya Bulan"

"Makasih, Mbak." jawabku sambil menerima kotak berwarna coklat. 

Kubuka saja kotaknya perlahan, 

"Toples bikuit?"

Ternyata toples itu adalah tanda maaf Bulan untukku, karena malam ini dia tidak bisa menemaniku. "Tapi, aku sudah kirim bulan dilangit untuk menemanimu" kata Bulan begitu. 

"dasar, Bulan!!" aku tersenyum membaca surat darinya. Lalu membiarkan toples biskut dari Bulan menemaniku malam ini.


Sekian.

Komentar

Postingan Populer