Euforia Sesaat #Part 2 (Comfort Zone)
Beberapa hari yang lalu Si Merah Jambu lagi ngambek, mungkin dia sudah lelah karena dia udah gue paksa bekerja keras tanpa kenal lelah. Maklum lah, mendekati UAS tugas mendadak bejibun. Mana dosen tiap ngasih tugas selalu di minggu pertama, dan minta dikumpulin di minggu kedua. Lah dikira dosen cuma seekor, ini dosen ada enem ekor. Gimana mau ngerjain coba?
Alhasil, Si Merah Jambu jadi lelah. Tiap gue nyalain tombol power dia sama sekali gak mau nyala yang ada area tombol keyboard bunyi "kleekk". Ini bukanlah sakit yang pertama yang dirasakan oleh Si Merah Jambu. Beberapa bulan yang lalu dan tepatnya di momen mendekati UAS juga dia oleng bener-bener gak mau nyala. Tanpa berpikir panjang waktu itu langsung gue gotong aja ke centre terdekat buat di reparasi. Sekarang kumat lagi penyakit dia, tapi untunglah masih bisa idup. Alhamdulillaahhhh...
Oke, setelah curhat sekilas tentang Si Merah Jambu yang sekarang lagi gue pencet-pencet gue bakal lanjut cerita tentang euforia sesaat. Cekidot....
.
.
.
.
Kelas sudah dihuni beberapa mahasiswa yang udah ready presentasi malam ini. Hampir semua udah pada dateng, kecuali mahasiswa-mahasiswa setengah niat doang yang belum dateng jam segini atau yang bisa disebut dengan mahasiswa figuran. Sistem presentasi mata kuliah kali ini adalah LOTRE. So, jadi semua kudu siap!
Sembari nunggu dosen nongol, gue iseng-iseng baca materi yang ada di PPT dan udah gue share juga di grup.
"Wey, Na!" entah berhembus dari sudut mana tiba-tiba Si Pras duduk disamping gue.
"Hm, apaan? Oh, ya lu udah baca materi dari gue belom? Disitu gue udah kasih pembagian slide juga buat kalian"
"Iye gue tau. Tapi masalahnya lu liat gak..."
"Liat apaan?" gue langsung mengarahkan pandangan gue ke sekitar.
"Di kelompok kita, cuma kita doang yang ada di kelas ini kampret!" ujar Pras setengah sewot.
"Lah? Mereka pada kemana? Serius lu? Satupun belom ada yang dateng selain kita?" tanya gue mulai dengan nada tinggi.
Pras hanya menggeleng sambil nyengir.
Gue lupa kalo anggota kelompok gue yang lain juga termasuk figuran!
"Yaudah lah Na, gak usah sewot gitu. Kita kan udah ada materi, biarin aja lah mereka. Biar dimerahin semua tuh sama Pak Kartiko" Pras mencoba mendinginkan gue yang udah mirip air yang udah mendidih di dalem panci.
"Hai Naa" sapa Dona. Sohib gue di kelas.
Dona adalah sohib yang paling deket sama gue setelah Si Ija. Bedanya kalo Si Ija adalah spesial pake telor kalo Si Dona spesial pake sosis :D.
Awal mula gue deket sama Dona dulu adalah karena dia merasa, ehm maksudnya kita merasa bahwa pasangan kita SATU TIPE!
Tipe yang gak jelas, gak bisa dideteksi dan kita beranggapan bahwa pasangan kita berasal dari planet yang sama! Gak romantis, susah ditebak, pokoknya beda dari yang lain termasuk cara mereka menyayangi kita cieee. Intinya gitu.
"Duh yang udah siap presentasi" ledek Dona sembari meletakkan tasnya disamping kiri gue karena disamping kanan gue masih ada Si Pras yang lagi main ML *mobile legend*.
"Siap gundulmu! Kelompok isinya enam ekor yang dateng cuma dua ekor mau siap dari mana! Sebel gue!"
"Eh, serius?" Dona kaget.
"Kelompok gue udah pada ngumpul tuh padahal"
"Pamer lo?" gue makin sewot.
"Yaelah, santai laah. Tuh ada Si Pras, seenggaknya gak sendiri amat lah. Tapi, gak salah ye lu kasih tittle mereka figuran hihi"
"Ah, tau ah! Sebel gue. Padahal materi juga mereka gak siapin, PPT gue yang bikin! Masa dateng doang cuma nampangin muka mereka gak mau juga kampret!"
Beberapa detik kemudian Pak Kartiko masuk dengan memakai tas di lengan kirinya, sedang di tangan kanannya membawa notebook dengan gambar avatar di bagian punggungnya.
"Tuh kan, gak dateng mereka!" gue masih menggerutu.
"Udah nih, katanya lu minta permen kemaren? Gue bawain nih. Gue ke toilet bentar ya"
Pras beranjak begitu saja dari samping gue dan izin ke toilet yang letaknya bersebelahan dengan kelas gue.
"Eh ciee, dikasih permen sama Si Pras" bisik Dona.
"Apaan sih, tau tuh dia gak jelas. Gue pikir dia bercanda mau kasih gue permen gara-gara gue udah kerjain PPT"
"Yaampun Na, mana mungkin lah dia bercanda orang dia...."
Kening gue mendadak mengerut sambil mengarahkan pandangan gue ke mata Si Dona. Eh, dia malah meringis.
"Gak deng, hihihi"
"Hm kampret bener dah ini anak"
Tak lama kemudian Pak Kartiko mulai menyebutkan siapa saja tiga kelompok yang maju terlebih dahulu untuk malam ini. Gue selalu berharap mendapat giliran maju hari pertama tiap kali ada lotre presentasi dengan harapan gue bakalan bisa bernafas lega dikemudian hari alias cuma jadi audience sambil nyemil pentol ketika temen-temen gue pada presentasi hihi. Tapi andaikan kelompok gue maju hari ini, miris banget njir. Cuma gue sama Pras doang--
"Kelompok satu dengan kepala anggota Agung, kelompok tiga dengan kepala anggota Dona, dan kelompok lima dengan kepala anggota Pras"
Eh, busett... kelompok gue disebut.
Gue langsung menatap ke arah Pras yang duduk di bilah bangku kanan gue tapi masih sederet sambil gue memberi isyarat lewat bibir gue "gimana nih" dan Si Pras membalas "udah maju aja" dengan wajah bersemangat dengan alis dia yang naik turun.
"Lucky number ya, Na? Gak sabar gue maju huuhhhh" ujar Dona.
"Tapi lu liat kan kelompok gue Don..."
"Lah terus lo mau nunggu kelompok lo lengkap? Taun depan lo baru maju. Temen lo pada jadi figuran semua, gimana sih lo? Udalah biarin aja, yang penting ada Si Pras"
Bener juga sih apa yang dibilang Dona, kalo nunggu mereka pada lengkap lebaran haji gue baru bisa presentasi.
Hingga akhirnya presenter pertama sudah memulai aksinya di depan kelas dengan menyajikan PPT yang menarik dari segi template maupun isinya. Pak Kartiko terlihat mulai kritis ketika mereka menyampaikan materi yang sudah mulai mendalam. Tanya ini itu dan hanya itu itu juga anak yang berhasil menjawab pertanyaan bapak yang satu ini.
Kelompok pertama berhasil menutup presentasi tanpa ada tanggungan pertanyaan yang belum terjawab. Kini giliran kelompok Si Dona. Gue juga harus siap-siap dan memastikan bahwa PPT gue dalam keadaan READY tanpa ada yang kurang atau cacat.
Presentasi kelompok Dona berlangsung sama seperti kelompok pertama tadi yaitu, LANCAR. Dia dan kelompoknya bisa bernafas lega ketika Pak Kartiko bilang "baik, kelompok penyaji saya rasa sudah cukup bagus. Silahkan diakhiri" beuuuhhh itu adalah ending yang indah disebuah presentasi.
Kini giliran kelompok gue yang maju, take a deep breath...
"Selamat malam teman-teman. Saya dari kelompok lima ingin menyajikan materi yang berjudul Konseling dan Psikoterapi dengan Pendekatan Humanistik" gue mencoba membuka presentasi dengan ati yang dag dig dug.
"Tunggu.. tunggu" sela Pak Kartiko.
"Kelompok kamu bukannya ada... enam orang? Kok, ini cuma dua orang? Lainnya kemana?"
Gue udah menduga ini orang bakalan nanya hal ini, rasanya gue pengen jawab "udalah pak gausah nanya yang laen. Mereka tuh cuma figuran hadeehhh"
But, no.
"Iya Pak, mohon maaf anggota yang lain sedang berhalangan hadir jadi hanya tinggal saya dan Pras" jawab gue.
"Saya rasa, mereka tidak berhalangan hadir.." jawab Pak Kartiko dengan wajah yang serius.
Gue dan Pras saling menatap dengan kata yang tersirat "maksudnya apaan?"
"Ya, saya rasa mereka tidak berhalangan hadir. Melainkan menghalangi dirinya sendiri untuk hadir di dalam kelas ini"
Mendengar kalimat ini antara gue pengen ketawa tapi kok garing, tapi ini orang lagi ngajak bercanda. Alhasil gue sama Si Pras cuma bisa nyengir dan terdengar anak-anak lain cekikikan.
"Yasudah, lanjutkan. Meskipun hanya dua orang saya tetap apresiasi sama kalian."
Pras menatap gue sembari tersenyum, beitupun juga dengan gue. Yupp... dengan percaya diri gue lanjutin presentasi gue.
Presentasi gue berjalan dengan amat sangat sempurna menurut gue dan Si Pras. Itu terbukti ketika Pak Kartiko meminta anak-anak untuk memberi applause untuk kelompok gue. Lebih tepatnya untuk gue dan Pras yang katanya Pak Kartiko berhasil menjadi presenter terbaik malam ini. Yessss.
Malam itu mata kuliah berakhir pada pukul delapan lewat empat lima. Gue masih berdiri di kelas sambil nunggu Dona yang masih beberes di dalem.
"Na, gak balik lu?" tanya Si Pras yang baru keluar dari kelas.
"Iye bentar, nunggu Dona. Eh, btw gue gak nyangka kita bisa presentasi di depan kelas bagus kayak gitu Pras"
"Hm, ini semua berkat lo lagi. Lo yang udah sediain materi lengkap banget dan bikin PPT keren gitu. Lah gue? Bantuin cari materi doang, dikit pula. Tapi ya, lo tau sendiri kan kerjaan gue gak bisa nyambi bikin tugas Na"
"Tenang aja, gue paham kok. Lagian lo kan juga udah berusaha bantu gue"
"Iya Na, yaudah kalo gitu gue balik dulu ya? Gue harus check lock ke tempat kerja gue dulu"
"Baru check lock? Lah terus? Ini lo lagi kabur atau gimana dari tempat kerja? Kok baru..."
"Udah panjang ceritanya, ntar aja sambung di chat. Oke? Byeee"
Pras pergi begitu saja dari hadapan gue. Pras memang pernah cerita sama gue kalo kerjaan dia itu jamnya memakan waktu kuliah. Tapi, untung aja bosnya pengertian jadi dia tetep bisa kuliah ketika dia dapet giliran shift dua kayak begini.
Gak lama kemudian Si Dona muncul dari balik pintu,
"Udah ngobrolnya? Takut ganggu gue tadi" ledek Dona
"Apaan sih? Gak ngerti maksud lu"
"Hehe, udah ah. Laper nih?"
"Sama gue juga. Kober yuk? Sekalian ngebahas tugas paud kita"
"Ya Allaah haruskah selera kita selalu samaaa" ujar Dona dengan tampang setengah alay.
Kita berdua jalan menuju parkiran yang udah mulai sepi. Kebetulan gue parkir di gedung karena gue pikir air Tuhan bakal turun melihat awan yang memerah sewaktu gue berangkat tadi. Ternyata enggak. Gue gak bakat jadi pawang hujan.
Letak Kober Mi Setan yang menjadi makanan favorit mahasiswa kebanyakan gak jauh dari kampus gue. Paling cuma lima ratus meter.
“Aku
sudah dirumah” gue mencoba mengirim chat ke Angga meskipun dengan rasa setengah
males. "
Selang beberapa menit kemudian masih tak kunjung ada balasan dari Angga, dan hape gue sedari tadi bergetar hanya karena notif dari Pras.
Kedua mata gue udah nyaris lengket, Si Angga akhirnya balas chat gue dan segera mengajak untuk melakukan tradisi tiap malam kita yaitu telponan. Lebih tepatnya dengerin dia ngorok di telepon.
Gue gak suudzon ya, ini terbukti berkali-kali. Juga hari ini.
"Lu gak tidur, Na?" chat Pras masih meramaikan ponsel gue.
Gak lama kemudian telpon gue dan Si Angga terputus dengan sendirinya. Mungkin karena sinyal yang gak stabil. Gue telpon dia juga percuma, yang ditelpon udah hijrah ke Negeri Jiran.
"Belom ngantuk gue, lah lu sendiri gak tidur? Jaga toko ngantuk lu besok"
"Gue besok masuk siang, sekitar jam 12. Makanya nyantai hehe"
"Dih, enak banget kerja masuk jam segitu"
"Biasa aja kali, Na. Sama aja"
Setelah gue baca kalimat terakhir dari Pras, gue rasa chat ini semakin garing dan harus diakhiri.
"Na, lu chat sama gue pacar lu gak tau? Ntar gue disangka penikung lagi"
Padahal gue mau send kalimat "gue tidur dulu" eh jadi gue hapus dah.
"Dia udah tidur, tadi sih sempet chat. Ngapain juga disangka penikung?" balas gue.
Si Pras masih writing tapi mata gue udah bener-bener sepet dan ini sudah melewati batas waktu gue untuk tidur. Semenjak gue bekerja di tempat gue yang baru ini meskipun masih dalam kawasan kampus gue cuma beda fakultas tapi beda peraturan coy..
Di tempat gue yang baru, gue harus dateng setengah delapan pagi dan ada check lock nya juga. Sedangkan di kerjaan gue yang lama masuk jam sembilan, gak ada check lock pula. Jadi bisa masuk seenak jidat gue. Ya, tapi tetep aja sih gak boleh lebih dari setengah sepuluh. Tapi seenggaknya gak pagi-pagi amat. Padahal perjalanan dari rumah gue ke kampus memakan waktu sekitar sejam. Belum lagi kalo pagi-pagi harus bareng sama anak SD yang mau ke sekolah, orang-orang kerja, sampe mak-mak yang pada belanja di pasar.
Pernah gue nekat, mencoba tidur jam setengah 2 pagi. Alhasil, gue bangun jam enem lebih seperempat. Padahal gue harus meluncur dari rumah selambat-lambatnya setengah 7. Waktu itu rasanya gue mau gak mandi aja. Tapi, gak mungkin lah. Karena secara tiap pagi di kantor gue ada tradisi cipika-cipiki. So, gak mungkin kalo gue gak mandi.
Jadi gue gak mau kejadian itu keulang lagi buat malam ini.
Good Night, batin gue.
bersambung...
Kening gue mendadak mengerut sambil mengarahkan pandangan gue ke mata Si Dona. Eh, dia malah meringis.
"Gak deng, hihihi"
"Hm kampret bener dah ini anak"
Tak lama kemudian Pak Kartiko mulai menyebutkan siapa saja tiga kelompok yang maju terlebih dahulu untuk malam ini. Gue selalu berharap mendapat giliran maju hari pertama tiap kali ada lotre presentasi dengan harapan gue bakalan bisa bernafas lega dikemudian hari alias cuma jadi audience sambil nyemil pentol ketika temen-temen gue pada presentasi hihi. Tapi andaikan kelompok gue maju hari ini, miris banget njir. Cuma gue sama Pras doang--
"Kelompok satu dengan kepala anggota Agung, kelompok tiga dengan kepala anggota Dona, dan kelompok lima dengan kepala anggota Pras"
Eh, busett... kelompok gue disebut.
Gue langsung menatap ke arah Pras yang duduk di bilah bangku kanan gue tapi masih sederet sambil gue memberi isyarat lewat bibir gue "gimana nih" dan Si Pras membalas "udah maju aja" dengan wajah bersemangat dengan alis dia yang naik turun.
"Lucky number ya, Na? Gak sabar gue maju huuhhhh" ujar Dona.
"Tapi lu liat kan kelompok gue Don..."
"Lah terus lo mau nunggu kelompok lo lengkap? Taun depan lo baru maju. Temen lo pada jadi figuran semua, gimana sih lo? Udalah biarin aja, yang penting ada Si Pras"
Bener juga sih apa yang dibilang Dona, kalo nunggu mereka pada lengkap lebaran haji gue baru bisa presentasi.
Hingga akhirnya presenter pertama sudah memulai aksinya di depan kelas dengan menyajikan PPT yang menarik dari segi template maupun isinya. Pak Kartiko terlihat mulai kritis ketika mereka menyampaikan materi yang sudah mulai mendalam. Tanya ini itu dan hanya itu itu juga anak yang berhasil menjawab pertanyaan bapak yang satu ini.
Kelompok pertama berhasil menutup presentasi tanpa ada tanggungan pertanyaan yang belum terjawab. Kini giliran kelompok Si Dona. Gue juga harus siap-siap dan memastikan bahwa PPT gue dalam keadaan READY tanpa ada yang kurang atau cacat.
Presentasi kelompok Dona berlangsung sama seperti kelompok pertama tadi yaitu, LANCAR. Dia dan kelompoknya bisa bernafas lega ketika Pak Kartiko bilang "baik, kelompok penyaji saya rasa sudah cukup bagus. Silahkan diakhiri" beuuuhhh itu adalah ending yang indah disebuah presentasi.
Kini giliran kelompok gue yang maju, take a deep breath...
"Selamat malam teman-teman. Saya dari kelompok lima ingin menyajikan materi yang berjudul Konseling dan Psikoterapi dengan Pendekatan Humanistik" gue mencoba membuka presentasi dengan ati yang dag dig dug.
"Tunggu.. tunggu" sela Pak Kartiko.
"Kelompok kamu bukannya ada... enam orang? Kok, ini cuma dua orang? Lainnya kemana?"
Gue udah menduga ini orang bakalan nanya hal ini, rasanya gue pengen jawab "udalah pak gausah nanya yang laen. Mereka tuh cuma figuran hadeehhh"
But, no.
"Iya Pak, mohon maaf anggota yang lain sedang berhalangan hadir jadi hanya tinggal saya dan Pras" jawab gue.
"Saya rasa, mereka tidak berhalangan hadir.." jawab Pak Kartiko dengan wajah yang serius.
Gue dan Pras saling menatap dengan kata yang tersirat "maksudnya apaan?"
"Ya, saya rasa mereka tidak berhalangan hadir. Melainkan menghalangi dirinya sendiri untuk hadir di dalam kelas ini"
Mendengar kalimat ini antara gue pengen ketawa tapi kok garing, tapi ini orang lagi ngajak bercanda. Alhasil gue sama Si Pras cuma bisa nyengir dan terdengar anak-anak lain cekikikan.
"Yasudah, lanjutkan. Meskipun hanya dua orang saya tetap apresiasi sama kalian."
Pras menatap gue sembari tersenyum, beitupun juga dengan gue. Yupp... dengan percaya diri gue lanjutin presentasi gue.
Presentasi gue berjalan dengan amat sangat sempurna menurut gue dan Si Pras. Itu terbukti ketika Pak Kartiko meminta anak-anak untuk memberi applause untuk kelompok gue. Lebih tepatnya untuk gue dan Pras yang katanya Pak Kartiko berhasil menjadi presenter terbaik malam ini. Yessss.
Malam itu mata kuliah berakhir pada pukul delapan lewat empat lima. Gue masih berdiri di kelas sambil nunggu Dona yang masih beberes di dalem.
"Na, gak balik lu?" tanya Si Pras yang baru keluar dari kelas.
"Iye bentar, nunggu Dona. Eh, btw gue gak nyangka kita bisa presentasi di depan kelas bagus kayak gitu Pras"
"Hm, ini semua berkat lo lagi. Lo yang udah sediain materi lengkap banget dan bikin PPT keren gitu. Lah gue? Bantuin cari materi doang, dikit pula. Tapi ya, lo tau sendiri kan kerjaan gue gak bisa nyambi bikin tugas Na"
"Tenang aja, gue paham kok. Lagian lo kan juga udah berusaha bantu gue"
"Iya Na, yaudah kalo gitu gue balik dulu ya? Gue harus check lock ke tempat kerja gue dulu"
"Baru check lock? Lah terus? Ini lo lagi kabur atau gimana dari tempat kerja? Kok baru..."
"Udah panjang ceritanya, ntar aja sambung di chat. Oke? Byeee"
Pras pergi begitu saja dari hadapan gue. Pras memang pernah cerita sama gue kalo kerjaan dia itu jamnya memakan waktu kuliah. Tapi, untung aja bosnya pengertian jadi dia tetep bisa kuliah ketika dia dapet giliran shift dua kayak begini.
Gak lama kemudian Si Dona muncul dari balik pintu,
"Udah ngobrolnya? Takut ganggu gue tadi" ledek Dona
"Apaan sih? Gak ngerti maksud lu"
"Hehe, udah ah. Laper nih?"
"Sama gue juga. Kober yuk? Sekalian ngebahas tugas paud kita"
"Ya Allaah haruskah selera kita selalu samaaa" ujar Dona dengan tampang setengah alay.
Kita berdua jalan menuju parkiran yang udah mulai sepi. Kebetulan gue parkir di gedung karena gue pikir air Tuhan bakal turun melihat awan yang memerah sewaktu gue berangkat tadi. Ternyata enggak. Gue gak bakat jadi pawang hujan.
Letak Kober Mi Setan yang menjadi makanan favorit mahasiswa kebanyakan gak jauh dari kampus gue. Paling cuma lima ratus meter.
Setiba di Kober
Mi Setan gue langsung berdiri di barisan antrian. Untung aja antrian gak
terlalu panjang.
“Gue ke toilet
bentar ya, Na?” Dona langsung nyelonong gitu aja. Mungkin dia udah gak tahan.
Keliatan banget dari muka dia yang udah banjir keringat.
Trrrttt….Trrttt
Terasa getaran
di paha gue. Entah kenapa gue lebih suka pake mode vibrate buat segala notif di hape gue dibandingkan pake mode suara.
Tanpa berpikir
panjang langsung gue ambil ponsel di saku gue dan berharap itu notifikasi dari
Si Angga.
“Na, udah sampe
rumah lu?” ternyata pesan dari Pras yang mendarat disana.
“Belom Pras, ini
gue masih sama Si Dona. Makan, mau sekalian diskusi tugas PAUD juga sih” balas
gue sambil maju satu langkah kedepan karena antrian semakin berkurang.
“Tugas yang kata
anak-anak bikin alat peraga edukasi? Ribet amat ya? Katanya harus bikin produk
gitu buat disetor ke TK. Emang bener?”
“Yup!!!! Dan lo
tau, dosen di kelas gue tuh gak se simple dosen kelas sebelah!”
“Emang apa
bedanya? Kan kalian sama-sama bikin produk juga?”
“Beda, Pras!
Kelas sebelah mah enak, dosennya bilang mereka gak perlu bikin alat yang
terlalu menghabiskan banyak dana alias alat yang biasa aja. Lah kelas gue,
dosennya pengen serba perfect! Kalo gue itung-itung sama kelompok gue, dana
yang bakal kita habisin buat alat yang kita rencanain itu sekitar tujuh ratus
ribu. Gila gak!”
“Dih, ribet
banget ya?”
“Udalah lo juga
ntar bakal ngerasain”
Gak kerasa gue
udah berdiri di depan kasir. Si Mbak yang logatnya kayak orang Madura langsung
menanyai gue mau pesen apa.
“Ehm, mi iblis
cabe tiganya satu sama es gendruwo juga satu”
“Apa lagi, Mbak?”
Gue mengedarkan
pandangan ke sekitar, Dona masih juga belum kelihatan batang hidungnya. Ini
anak boker apa pingsan.
“Sama iblis juga
deh Mbak satu tapi yang cabe dua ya. Terus es gendruwonya nambah satu”
“Udah itu aja
Mbak?”
“Iya Mbak”
“Totalnya jadi
empat puluh llima ribu”
Setelah gue
berurusan dengan kasir, gue langsung memboyong nomor meja beserta struk dan
kembalian ke meja makan yang masih kosong juga dekat dengan jangkauan kipas angin.
Maklum lah, tempat makan favorit mahasiswa yang satu ini bukan di area tertutup
dan full ac jadi dapat dipastikan kalo makan disini kena pedesnya setan pasti
keringat langsung bercucuran tiada henti.
“Na, mau gak?
Enak nih” Si Pras pap foto makanan. Kalo gue liat sih, tampangnya kayak bakso keliatan
dari pentol, tahu sama siomaynya tapi kok ada nasinya dan warna kuahnya mirip
soto
“Ecieeee…
segitunya mau makan pamitan lu segala” ternyata Dona udah di belakang gue
sedari tadi.
“Asem!!! Bikin
kaget aja lu! Darimana aja sih lu, boker apa tidur lu di toilet? Gue gak tau
pesenan lu, yaudah gue pesenin aja iblis cabe dua sama gendruwo. Kan biasanya
lu pesen itu”
“Aduhh, gue
barusan mencret Na. Kok lu pesenin cabe dua sih, ah!”
“Lah, mana gue
tau dodol. Lu sih gak mesen dulu”
“Yakalee, gue
udah ngechat elo pas gue masih pembukaan satu. Lah bilah chat lo aja gak keluar
dari chat Si Pras, gimana lo mau baca chat gue!”
“Oiya? Hahaha
iya gue gak liat sorry sorry, mau gue pesenin lagi?”
“Gak deh, untung
aja hari ini gue lagi pengen makan pedes”
Gue baru menyadari
ternyata gue sedari tadi terlalu asik chat sama Si Pras. Ternyata dia adalah
cowok dengan selera humor yang lumayan tinggi. Chat gue dan Si Pras masih terus
berlanjut bahkan sampai gue sudah tiba dirumah dan merebahkan tubuh gue diatas
kasur. Disitu gue baru inget, Si Angga kemana? Mungkin dia mikir gue terlalu
gak mungkin buat diculik sehingga dia tidak mencari gue :D.
Selang beberapa menit kemudian masih tak kunjung ada balasan dari Angga, dan hape gue sedari tadi bergetar hanya karena notif dari Pras.
Kedua mata gue udah nyaris lengket, Si Angga akhirnya balas chat gue dan segera mengajak untuk melakukan tradisi tiap malam kita yaitu telponan. Lebih tepatnya dengerin dia ngorok di telepon.
Gue gak suudzon ya, ini terbukti berkali-kali. Juga hari ini.
"Lu gak tidur, Na?" chat Pras masih meramaikan ponsel gue.
Gak lama kemudian telpon gue dan Si Angga terputus dengan sendirinya. Mungkin karena sinyal yang gak stabil. Gue telpon dia juga percuma, yang ditelpon udah hijrah ke Negeri Jiran.
"Belom ngantuk gue, lah lu sendiri gak tidur? Jaga toko ngantuk lu besok"
"Gue besok masuk siang, sekitar jam 12. Makanya nyantai hehe"
"Dih, enak banget kerja masuk jam segitu"
"Biasa aja kali, Na. Sama aja"
Setelah gue baca kalimat terakhir dari Pras, gue rasa chat ini semakin garing dan harus diakhiri.
"Na, lu chat sama gue pacar lu gak tau? Ntar gue disangka penikung lagi"
Padahal gue mau send kalimat "gue tidur dulu" eh jadi gue hapus dah.
"Dia udah tidur, tadi sih sempet chat. Ngapain juga disangka penikung?" balas gue.
Si Pras masih writing tapi mata gue udah bener-bener sepet dan ini sudah melewati batas waktu gue untuk tidur. Semenjak gue bekerja di tempat gue yang baru ini meskipun masih dalam kawasan kampus gue cuma beda fakultas tapi beda peraturan coy..
Di tempat gue yang baru, gue harus dateng setengah delapan pagi dan ada check lock nya juga. Sedangkan di kerjaan gue yang lama masuk jam sembilan, gak ada check lock pula. Jadi bisa masuk seenak jidat gue. Ya, tapi tetep aja sih gak boleh lebih dari setengah sepuluh. Tapi seenggaknya gak pagi-pagi amat. Padahal perjalanan dari rumah gue ke kampus memakan waktu sekitar sejam. Belum lagi kalo pagi-pagi harus bareng sama anak SD yang mau ke sekolah, orang-orang kerja, sampe mak-mak yang pada belanja di pasar.
Pernah gue nekat, mencoba tidur jam setengah 2 pagi. Alhasil, gue bangun jam enem lebih seperempat. Padahal gue harus meluncur dari rumah selambat-lambatnya setengah 7. Waktu itu rasanya gue mau gak mandi aja. Tapi, gak mungkin lah. Karena secara tiap pagi di kantor gue ada tradisi cipika-cipiki. So, gak mungkin kalo gue gak mandi.
Jadi gue gak mau kejadian itu keulang lagi buat malam ini.
Good Night, batin gue.
bersambung...
Komentar
Posting Komentar